Selasa, 06 Agustus 2013

KETIKA MULUT MULUT DIKUNCI

Ketika mulut-mulut dikunci

Selasa, 06 Agustus 2013
Tifatul Sembiring

ilustrasi Umat Islam melaksanakan ibadah shalat Tarawih pertama di Masjid Jakarta Islamic Center, Jakarta Utara, Selasa (9/7). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) ()
Jakarta (ANTARA News) - "Kalian (lalai) berlomba mengejar kemegahan (harta), tiba-tiba kalian sudah sampai di (pintu) kubur" QS At-Takaatsur: 1-2.
"Akan datang hari mulut dikunci, kata - tak ada lagi. Akan tiba masa, tak ada suara, dari mulut kita. Terkadang tangan kita, entah apa yang dilakukannya...".

Demikianlah penggalan syair lagu alm. Chrisye, yang mengutip maw'izhoh dari Al-Qur'anul Karim.

Setelah kumandang sangkakala kedua, maka seluruh makhluk -yang telah dimatikan pada sangkakala pertama- dibangkitkan kembali dari kubur, menghadap kepada Allah swt.

Mereka seluruhnya akan dikumpulkan di sebuah tempat yang sangat luas yaitu, Padang Mahsyar.

Setiap yang pernah berlaku zhalim akan diadili di sini. Di mahkamah ini, tanpa ada yang bisa menolong dan melakukan intervensi. Keadilan diputuskan dengan haq.

Mengapa memukul orang tak bersalah?, mengapa tidak membayarkan upah? Mengapa melanggar perintah Allah swt? mengapa tidak membimbing anak untuk beribadah?

Mengapa menganiaya hewan? Mengapa dan mengapa? Alangkah banyak pertanyaan dan persoalan yang harus dijawab setiap insan.

Lalu ketika orang-orang yang berdosa masih saja berkelit, maka: "Pada hari ini, kami kunci mulut-mulut mereka. Lalu tangan-tangan mereka akan berbicara dan kaki-kaki mereka akan memberikan kesaksian tentang apa-apa yang pernah mereka kerjakan" QS Yasin: 65.

Saking banyaknya perkara –yang mesti diadili- baik antara manusia dengan Rabb mereka, serta persoalan antara sesama manusia, maka masa hisab tersebut memakan waktu hingga ratusan ribu tahun lamanya.

Kemudian manusia akan digiring ke jembatan shirotal mustaqiim, hingga orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dimasukkan ke dalam surga dan kaum yang ingkar masuk neraka.

"Sesungguhnya Allah swt akan menerima taubat seorang hamba, sebelum nyawa sampai di 'yugharghir', di tenggorokan" ~ Hadits Nabi saw.

Sebelum datang satu masa, dimana mulut tak bisa berkata, tangan mengungkap rahasia dan kaki membeberkan fakta-fakta, marilah membersihkan diri disaat masih ada kesempatan. Taubatan nasuha.

Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk munajat, memohon ampun dan bertaubat atas segala salah dan lalai kepada Yang Maha Pencipta, Allah swt.

Sungguh –kalian dapati- bahwa Allah swt adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika masih ada sangkut paut persoalan dengan manusia, selesaikan hari ini, selagi masih bisa.

Mohon maaf atas kesalahan, penuhi kewajiban, lunasi hutang piutang, tunaikan hak-hak pekerja atau bawahan yang merupakan tanggung jawab kita.

Persoalan pokok yang mesti dituntaskan sebelum ajal tiba, ada dua hal, yaitu: hablun minallah, hubungan dengan Allah dan hablun minannas, hubungan dengan manusia.

Kedua hal ini bisa melempangkan jalan ke surga, atau sebaliknya, bisa sebagai penghambat dari memperoleh kasih sayang Allah swt.

Perbaikilah selagi bisa.

TAUSYIAH 4 ( HAKEKAT KEHIDUPAN )

Hakekat kehidupan

Senin, 05 Agustus 2013
Tifatul Sembiring

ilustrasi Shalat Tarawih Pertama Puluhan umat Islam Muhammadiyah melaksanakan Shalat Tarawih pertama di Masjid At-Taqwa, Jakarta, Senin (8/7). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta (ANTARA News) - "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku" QS Adz-Dzariat:56.

Rasulullah saw terjaga dari tidurnya, ketika diberitahu ada Abdurrahman bin ‘Auf datang bertamu. Rupanya beliau saw sempat terlelap sejenak, saat rehat menjelang Ashar itu.

Di pipi Nabi saw masih jelas gurat-gurat kasarnya tikar anyaman pelepah kurma, tempat merebahkan diri ditengah panasnya gurun. Melihat wajah Rasulullah saw seperti itu, "Apakah aku bawakan hambal (permadani tebal) untukmu ya Rasulullah," ujar Abdurrahman.

"Tidak usah, ya Abdurrahman. Bagiku dunia ini hanyalah bagaikan seorang musafir yang tengah istirahat sejenak di bawah kerindangan pohon, lalu ia akan melanjutkan perjalanannya kembali," jawab Nabi saw.

Sepuluh malam terakhir Ramadhan, sambil menanti 'Lailatul Qadr', adalah saat yang tepat untuk muhasabah diri. Menghitung-hitung diri, introspeksi, menakar-nakar atau istilah anak muda Jakarta "Ngaca" diri.

Siapa diri kita sesungguhnya?. Dari mana asal kita, sedang apa kita, lalu nanti setelah ini akan ke mana?. Lalu apakah kita ini pencipta atau justru hanya hasil ciptaan. Apakah kita kaya atau fakir di hadapan Allah swt. Kita tahu segala hal dan berilmu atau sebaliknya 'jahil'. Apakah kita kuat atau sebenarnya hanyalah makhluk yang lemah.

Dulu wujud diri kita tidak ada apa-apanya sama sekali, lalu menjadi ada. Dimulai dari ruh, yang Allah swt tiupkan ke dalam rahim ibunda. Sehingga janin dalam kandungan itu mulai bergerak, disempurnakan proses kejadiannya. Lalu setelah kurang lebih 9 bulan 10 hari, lahirlah kita ke dunia.

Dibesarkan oleh ibunda dengan penuh kasih sayang, diberi nafkah oleh ayah, lalu menjadi dewasa, tua dan kemudian manusia akan diwafatkan. Dan hal ini pasti akan terjadi atas setiap diri yang bernyawa.

Ternyata kita adalah makhluk ciptaan Allah, yang diciptakan untuk beribadah, mengabdikan diri pada-Nya. Merepresentasikan kehendak-kehendak-Nya di muka bumi, yaitu tugas sebagai khalifah.

Sudah selayaknya pula, bahwa perbuatan dan amal-amal kita, tidak menyimpang dari petunjuk dan bimbingan Al-Qur’an dan sunnah. Yang memang diciptakan Allah sebagai petunjuk kehidupan.

Akan ada evaluasi total di akhirat nanti. Akan ada "rewards and punishment" atas setiap perbuatan. Besar kecil, baik buruk, halal haram, boleh atau tidak boleh.

Apakah berkaitan dengan Allah swt, dengan manusia atau bahkan hal-hal yang berkaitan dengan hewan dan tumbuhan. Semuanya akan diputuskan dengan haq, penuh keadilan, pengadilan tanpa intervensi siapapun.

Dari keterangan Nabi saw, melalui haditsnya, ternyata puncak kebahagiaan itu nanti adalah: masuk surga, lalu berjumpa dengan Allah swt dan bercakap-cakap dengan-Nya. Disinilah terminal akhir kehidupan manusia.

"Maka barang siapa yang berharap akan berjumpa dengan Allah swt, maka hendaklah ia beramal sholeh dan tidak mempersekutukan Allah -saat beribadah- dengan sesuatu apapun" QS Al-Kahfi : 110.

Ya Allah, sungguh Engkau benar, kata-kata Engkau benar, janji Engkau benar dan perjumpaan dengan-Mu adalah benar. Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

Semoga saja kita, beserta isteri dan anak cucu kita, tidak dihalau ke tempat celaka, yaitu neraka jahiiim. "Na’udzubillahi min dzalik".(*)

TAUSYIAH 3 ( EMPAT PERTANYAAN DI MAHSYAR )

Empat pertanyaan di Mahsyar

Kamis, 01 Agustus 2013
Tifatul Sembiring

ilustrasi Umat Islam tengah menjalankan ibadaah Sholat Tarawih di Masjid Ar-rahman, Rawamangun, Jakarta, Senin (8/7). (ANTARAFOTO/ Ujang Zaelani)
Jakarta (ANTARA News) - "Dan didatangkanlah para Nabi dan saksi-saksi dan diputuskan diantara mereka dengan adil" QS Az-Zumar:69.

Di Padang Mahsyar, seluruh manusia akan dikumpulkan kembali. Padang yang terhampar luas dan rata, serta terang benderang disinari cahaya Allah swt.

Manusia akan berjejer, berbaris-baris menghadapkan wajahnya kepada Allah menanti perhitungan diri masing-masing. Akan ditimbang seluruh kebaikan dan keburukan manusia, apa yang pernah dikerjakan dan apa yang pernah ditinggalkan.

Sebesar debu kebaikan ia akan melihatnya, dan sebesar debu kejahatannya ia akan melihatnya pula. Tidak ada yang luput dari catatan aparat malaikat yang bertugas mencatatnya sewaktu di dunia.

Tentu banyak pertanyaan yang akan dihadapi, apalagi terkait urusan dengan manusia yang belum selesai saat di dunia. Disinilah pengadilan yang hakiki. Namun ada sabda Nabi saw sbb:

"Tidak boleh melangkah kaki seseorang di hari kiamat (mahsyar) sehingga ia ditanya tentang empat perkara. Tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Tentang jasadnya, untuk apa dia pergunakan. Tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan ke mana dia belanjakan. Tentang ilmunya, apa amal yang diperbuatnya"~ Al-Hadits.

Ini adalah pertanyaan yang berat dan tidak mudah dijawab. Ketika seseorang dikarunia Allah swt berumur panjang, untuk apa dia habiskan. Apakah untuk beribadah kepada Allah swt atau justru untuk maksiat. Umur dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, hari ke hari, bahkan dari menit ke menit akan dipertanggung jawabkan di Padang Mahsyar kelak.

Ketika kita diberi tubuh yang sehat, paras yang cantik atau ganteng, untuk apa kita gunakan. Apakah untuk ketaatan kepada Allah, atau melalaikan perintah-perintahNya.

Ketika kita diberikan harta, dari mana diperoleh. Halal atau haramkah harta itu. Lalu dibelanjakan untuk apa? Apakah untuk mendekatkan diri pada-Nya, atau justru berleha-leha semakin jauh dari penghambaan diri kepada Allah swt?

Tentang ilmu dan kepintaran yang kita miliki, adakah pengamalannya sudah sesuai dengan tuntunan syariat. Bagaimana akibatnya, jika yang bersangkutan malah menuntut ilmu hitam dan melakukan kedurhakaan dan kejahatan.

Amat pelik persoalan yang akan melilitnya esok saat yaumul hisab, hari perhitungan. Seorang ayah akan ditanya tanggung jawabnya terhadap isteri dan anak-anaknya, sudahkah ia mendidik dan membimbing anak isterinya ke jalan Allah. Ataukah ia abai terhadap amanah tersebut.

Seorang ibu akan ditanya tentang rumah suaminya, tanggung jawab terhadap anak-anaknya. Bahkan seorang pemimpin akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya. Sehingga para pemimpin akan dihisab belakangan, setelah orang-orang biasa selesai.

Lalu berapa lamakah manusia akan berada di Padang Mahsyar. Satu keterangan hadits, mengatakan lamanya ribuan tahun.

"Siapa yang dirincikan hisabnya, maka ia akan celaka," ujar Nabi saw.

"Allahumma yassir hisabanaa, Wa Yammin kitaabana..Ya Allah mudahkanlah hisab kami. Dan berilah kitab kami dari sebelah kanan".

Kalau tupai membidik cempedak
Arahnya jelas tak kan tersasar
Kalaulah lalai mendidik si  anak
Jadi musuh di padang mahsyar.

(*)

TAUSYIAH 2 ( TAHU DIRI )

Tahu diri

Rabu, 31 Juli 2013
Tifatul Sembiring

Umat Islam melaksanakan ibadah shalat Tarawih pertama di Masjid Jakarta Islamic Center, Jakarta Utara, Selasa (9/7). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) ()
Jakarta (ANTARA News) - "Bukankah telah datang suatu masa atas manusia, yang ketika itu dia merupakan sesuatu yang tidak bisa disebut" QS Al-Insan :1.

Ketika Rasulullah saw, dalam sebuah taklim, menjelaskan tentang hari berbangkit. Dimana setelah kiamat besar terjadi, manusia akan dibangkitkan kembali dari kuburnya dan menghadap kepada Allah swt untuk di-hisab, diadili di Padang Mahsyar.

Tiba-tiba seorang musyrik yang mendengarkan kalimat ini, bergegas ke rumahnya, diambilnya cangkul dan digalinya kuburan. Lalu dipungutnya tulang belulang yang telah patah, sampai potongan-potongan kecil. Lalu dibawanya dan di tumpahkannya ke hadapan Rasulullah saw.

"Ya Muhammad, engkau yang benar saja. Apakah mungkin tulang belulang yang sudah hancur ini bisa hidup kembali," ujar orang musyrik itu.

Lalu Rassulullah saw membacakan surat Al-Insan diatas. "Bukankah telah datang suatu masa atas manusia, yang ketika itu dia merupakan sesuatu yang tidak bisa disebut?," terang Nabi saw.

"Dulu, sebelum lahir saya ini tidak ada, engkaupun tidak ada, semua manusia tidak ada. Tidak bisa diberi nama, tidak bisa disebut, karena sesuatu yang belum ada wujudnya. Barulah Allah menciptakan manusia dari air mani yang bercampur".

Dengan kata lain Nabi saw, ingin menguji logika orang musyrik tadi. Bahwa dulu manusia tidak ada, atas kekuasaan Allah swt kemudian menjadi ada. Nah sekarang bahannya sudah ada, sudah ada tulang belulangnya, tentu dengan Maha Pencipta Allah swt, akan bisa menyusunnya kembali.

"Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur" QS Al-Insan:2.

Oh, ternyata manusia itu hanya diciptakan dari setetes mani saja. Bukan dari sebongkah emas atau sekarat berlian.

Kemudian dijadikan-Nya pendengaran, penglihatan dan hati, agar manusia itu bersyukur.

Tahu diri itu sangat penting. Siapa kita, dari mana asal kita dan akan kemana kita setelah kehidupan ini berakhir. Kalau orang tidak tahu diri, maka tentu tidak tahu posisi, tidak tahu menempatkan dirinya, baik di hadapan Allah swt, Yang Maha segalanya ataupun dihadapan manusia.

Dengan memahami hakikat diri, tentu akan menjauhkan kita dari sikap sombong dan takabur. Sombong kepada Allah swt, sombong kepada manusia atau sombong kepada hewan, tumbuhan atau makhluk lainnya.

Apapun kedudukan kita dihadapan manusia, ternyata kita hanyalah makhluk Allah yang kecil dan kerdil.

Ya Allah, janganlah Engkau usir kami –dalam kehinaan kami ini- dari sisi-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau usir kami –dalam kehinaan diri kami- dari pintu-pintu-Mu. Pinta kami di akhir Ramadhan ini. Duhai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
(*)

TAUSYIAH 1 ( JIBRIL MENANGIS )

Jibril menangis

Selasa, 30 Juli 2013
Tifatul Sembiring

ilustrasi
Jakarta (ANTARA News) - "Maka orang-orang kafir itu, pakaian mereka dibuatkan dari api neraka, lalu disiramkan ke atas kepalanya rebusan air mendidih. Hancur luluhlah isi perut dan kulit-kulit mereka" QS Al-Hajj: 19-20.

Ketika peristiwa Isra' Mi'raj, Rasulullah saw diperlihatkan kepada pemandangan penduduk neraka. Diantaranya, ada orang yang lidahnya setiap saat semakin panjang, hingga berlilit-lilit dan diinjak-injak orang di jalan.

Lantaran merasa kesakitan, orang itu lalu menggunting lidahnya. Akan tetapi lidahnya kembali menjadi panjang, lalu diguntingnya kembali. Begitulah keadaannya seterusnya.

Ada lagi seseorang yang membawa bara neraka di sebuah piring. Lalu bara itu dimakannya, langsung tembus dari mulut hingga ke anusnya. Orang itu melolong sangat kesakitan, namun bara itu kembali dimakannya, dan tembus lagi sampai ke anusnya, dia melolong kembali. Begitulah seterusnya.

Ada pula orang yang perutnya sebesar kamar, setiap akan berdiri, orang itu langsung terbanting jatuh. Dicobanya lagi berdiri, namun ia jatuh lagi. Begitulah seterusnya.

Ada juga pemandangan perempuan lacur, orang yang saling pukul kepala dengan martil dan sebagainya.

Rassulullah saw bertanya kepadaa Malaikat Jibril yang menemani beliau saw:
"Apa dosa-dosa orang itu wahai Jibril," tanya Rasulullah saw.

Malaikat Jibrilpun menjelaskan, bahwa orang yang memotong-motong lidahnya itu, adalah diakibatkan dosanya yang sering bergunjing, membicarakan keburukan saudaranya.

Adapun orang yang memakan bara api neraka itu disebabkan, karena waktu di dunia ia suka memakan harta anak yatim dengan cara tidak benar. Sedangkan orang yang perutnya sebesar kamar itu disebabkan dosanya yang suka memakan riba, bunga uang.

Lalu malaikat Jibril bercerita tentang api neraka. Bahwa Allah swt, telah menyalakan api neraka itu selama 1.000 tahun, sehingga apinya menjadi merah padam bernyala-nyala.

Lalu dipanaskan lagi 1.000 tahun, lantaran suhu panasnya, api itu berubah warna menjadi putih. Lalu Allah swt memanaskannya selama 1.000 tahun lagi, hingga apinya berubah menjadi hitam pekat dan gelap.

"Jika ada manusia yang dilemparkan ke dalamnya, maka sekejap saja langsung akan musnah," ujar Jibril.

Kemudian malaikat Jibril pun menangis. "Mengapa engkau menangis Ya Jibril," tanya Rasulullah saw. "Aku takut kepada jiwaku," ucap Jibril.

"Bukankah engkau adalah malaikat, yang tidak mungkin berbuat maksiat kepada Allah swt," kata Nabi saw.

"Benar, akan tetapi takdir Allah bisa berlaku atas siapa saja. Bukankankah Iblis itu asalnya adalah penduduk Surga, lalu berlaku takdir Allah swt atasnya. Hingga Iblis menjadi penghuni Neraka," urai Jibril.

Ya Allah, kami berlindung pada-Mu dari api neraka dan segala apa yang mendekatkan kami kepadanya, baik niyat, perkataan, perbuatan maupun tekad-tekad kami. Amien.

Ada seroja  yang tengah merona
Simbol kota-raja semakin merekah
Apa bahagia yang paling sempurna
Berkumpul keluarga di syurga Allah    

(*)

KELUARGA YANG BERKUMPUL DI SURGA

Jakarta (ANTARA News) - "Dan orang-orang yang beriman serta anak cucu mereka yang mengikutinya dalam keimanan, kami akan kumpulkan (di Surga) bersama anak-cucu mereka" QS At-Thuur : 21.

Pada suatu kesempatan, Nabi saw menasihati putri kesayangan beliau yang bernama Fathimah. "Wahai Fathimah binti Muhammad, beramallah untuk bekal (akhirat)-mu. Karena aku (Nabi saw) tidak akan bisa menolong engkau sedikitpun di akhirat nanti," tegas Rasulullah saw.

"Subhaanallah," begitulah nasihat Nabi saw untuk Fathimah. Dan memang orangtua tidak dapat memberikan garansi kepada anak-anaknya, kecuali sang anak mau berupaya menggapai surga itu.

Perhatikanlah apa yang terjadi pada Nabi Nuh as. Beliau berpisah dengan sang anak, lantaran si anak tidak mau mengikutinya beriman. Bahkan ketika air banjir bandang datang, ketika sang anak timbul tenggelam dipermainkan gelombang air bah, sebagai ayah, Nuh as tidak tega melihatnya. Dan diapun berdoa:

"Ya Rabbi, itu anakku adalah keluargaku. Sungguh janji Engkau benar, dan hanya Engkau Hakim yang Maha Adil," pinta Nuh as.

Allah swt menjawab: "Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah tergolong keluargamu, karena dia tidak beramal sholeh. Maka janganlah engkau meminta kepadaKu sesuatu yang engkau tidak mengetahuinya,".

Ternyata, sekalipun itu adalah anak kandung nabi Nuh as, namun jika dia tidak beriman, maka Allah swt mengatakan bahwa anak itu bukanlah termasuk anggota keluarganya.

Di samping usaha keras untuk mendidik dan mengarahkan tanggung jawab kita, anak-anak tercinta bersama isteri, agar kelak dapat berkumpul di surga Allah, maka janganlah lupa berdoa untuk meraih kebahagiaan tersebut.

Karena sesungguhnya kebahagiaan hakiki itu adalah, tatkala kita bisa berkumpul dengan keluarga dalam keadaan beriman dan bertakwa saat di dunia, kemudian berhasil pula berkumpul kembali di surga Allah swt kelak. Semoga saja kita bisa meraihnya.

Namun ingatlah akan Hadits Nabis saw: "Nanti di hari Kiamat, seseorang suami diseret ke tengah-tengah Padang Mahsyar. Bergelayutan isteri dan anak-anaknya di lengan kanan dan lengan kirinya,".

Ketika dihisab, ternyata sang suami bisa masuk surga, lantaran amalnya cukup. Sementara sang isteri dan anak-anaknya dinyatakan masuk neraka, lantaran kurang amal saat di dunia.

Lalu sang isteri berkata: "Ya Allah, demi keadilan Engkau. Saya dinikahi dan dipergauli, tapi saya tidak diajari Islam yang saya tidak mengerti. Ambil hak kami dari laki-laki ini," ujar isterinya sambil menunjuk-nunjuk suaminya.

Lalu anak-anaknyapun protes: "Ya Allah, demi keadilan Engkau. Saya dinafkahi dan diberi harta, tapi saya tidak diajari Islam yang saya tidak mengerti. Ambil hak kami dari ayah kami ini," ujar anak-anaknya.

Akhirnya, semua keluarga itu dimasukkan ke dalam neraka. "Nau’dzubillahi min dzalik".